MAKALAH KEMUHAMMADIYAHAN III
“MEMPERLUAS FAHAM AGAMA”
Untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Kemuhammadiyahan
III
yang diampu oleh Bapak Drs. H. J.
Songidan, M.Sos.I
Disusun Oleh :
Kelompok V (lima)
Semester VI (enam)
PENDIDIKAN FISIKA
No.
|
Nama
|
NPM
|
TTD
|
1.
|
ANGGI SUKMA WIJAYA
|
10330649
|
1.
|
2.
|
AFRIJAL AKHMAD
|
10330647
|
2.
|
3.
|
ARDI EFENDI
|
10330652
|
3.
|
4.
|
FRENDI MAULANA
|
10330666
|
4.
|
5.
|
IMAN
SANTOSO
|
10330671
|
5.
|
6.
|
KIKI ARDIANSAH
|
10330672
|
6.
|
7.
|
SUPENDI
|
10330631
|
7.
|
8.
|
VERNANDO
|
10330635
|
8.
|
9.
|
WIKAN ADIATMA
|
10330693
|
9.
|
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH METRO
TAHUN
2013
DAFTAR ISI
HALAMAN
JUDUL............................................................................ i
KATA
PENGANTAR.......................................................................... ii
DAFTAR ISI......................................................................................... iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang...................................................................... 1
B. Rumusan Masala................................................................... 2
C. Tujuan.................................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN
A.
Hukum Islam Dalam Perspektif
Muhammadiyah..................... 3
B.
Faham Agama Dalam Muhammadiyah................................... 4
C. Ijtihad Dalam Muhammadiyah............................................... 10
BAB III PENUTUP
A.
Kesimpulan.............................................................................. 12
B.
Saran...................................................................................... 13
DAFTAR
PUSTAKA
KATA PENGANTAR
Puji syukur ke-hadirat Tuhan Yang Maha ESA karena atas segala rahmat, petunjuk, dan hidayah-Nya sehingga kami
dapat menyelesaikan tugas Mata Kuliah Kemuhamadiyahan III yang diampu oleh Drs. H. J. Songidan,
M.Sos.I. Tugas ini berjudul “Memperluas Faham Agama”. Hal ini berkenaan
dengan pemahaman masyarakat tentang muhammadiyah. Pemahaman muhammadiyah digunakan sebagai prinsip di dalam
kehidupannya dan sebagai bahan untuk menambah pengetahuan faham agama.
Ucapan terima kasih kami ucapkan kepada :
1. Drs.
H. J. Songidan, M.Sos.I selaku dosen pengampu mata kuliah Kemuhammadiyahan III.
2. Teman – teman yang telah memberikan
masukan-masukan dan ide dalam pembuatannya.
3. Kepada Ayah dan Bunda yang memberikan suport, dukungan
moril maupun spirituil.
4. Semua pihak yang namanya tidak bisa kami sebutkan satu-persatu yang telah
membantu
dalam mempersiapkan, melaksanakan, dan menyelesaikan penulisan makalah
ini.
Semoga tugas makalah ini dapat
bermanfaat bagi pembaca untuk menambah referensi
pengetahuan dan wawasan tentang Faham Agama.
Metro, 23 April
2013
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Dinamika perjalanan perkembangan paham keagamaan
setidaknya telah mewarnai implementasi keagamaan pada kehidupan baik dari aspek
teologi, ibadah, akhlaq dan muamalah, bahkan sampai timbulnya permusuhan dan mengkafirkan,
sehingga halal darahnya untuk dibunuh. Kondisi seperti ini sebagai akibat
sempitnya pemahaman keagamaan, sehingga yang berbeda dengan dirinya dianggap
musuh, mereka tidak mampu menangkap keindahan cakrawala pemikiran.
Memperluas paham keagamaan bukan berarti
meninggalkan ajaran yang lama atau mengganti dengan ajaran baru, tetapi tetap
meneguhkan keyakinan agama ini dengan segala kekuatan yang ada untuk bertindak
secara cerdas dan bertanggung jawab atas problematika kehidupan umat dan
bangsa, karena keterpurukan dan keterbelakangan merupakan problem yang
diantaranya dapat memicu terjadinya konflik social, sehingga kekerasan dan
radikalisme dianggap sebagai bagian dari paham keagamaan. Dalam sejarah
perkembangan agama pernah terjadi berbagai macam bentuk kekerasan dan
pertumpahan darah baik sesama agama maupun beda agama, dan munculnya penodaan
dan berbagai bentuk kekerasan semakin membuat suram pemahaman keagamaan. Ajaran
agama sering dijadikan sumber konflik, ajaran agama dibingkai sebagai mitos
besar sehingga membelenggu umatnya, ajaran agama dituduh tidak berperan nyata
dalam kehidupan, sehingga ke depan kita berharap kehidupan lebih beradab, dan
ajaran Islam memiliki sumber ajaran yang mampu mengeluarkan dari kebekuan dan
kekakuan pola pikir karena dikotori oleh kepentingan politik, ambisi sesaat,
popularitas dan berbagai kepentingan lainnya. Untuk itu upaya memperluas paham
agama diantaranya berupaya untuk : Kembali kepada ajaran yang hakiki, serta
mampu menangkap spirit kemuliaan ajaran agama, jauhi berbagai bentuk kekolotan
yang membelenggu, serta diharapkan mampu secara maksimal untuk menjadi tauladan
dalam perbaikan kehidupan. Pahami agama dengan penuh kecerdasan dan ketulusan,
sehingga terbuka kesadaran.
Dan dalam beragama sebagaimana paham
Muhammadiyah, haruslah benar dan lurus, sebagaimana Firman Allah SWT dalam
Al-Quran, yang artinya:“Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama
Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut
fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus;
tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui (QS. Al-Rum: 30)”.
B. Rumusan
Masalah
Berdasarkan latar
belakang di atas dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut :
1. Bagaimanakah hukum islam dalam perspektif Muhamadiyah ?
2. Bagaimanakah faham agama dalam Muhamadiyah
?
3. Bagaimanakah ijtihad dalam Muhamadiyah ?
C. Tujuan
Tujuan dalam pembuatan
makalah ini adalah untuk :
1. Mengetahui hukum Islam dalam
perspektif Muhamadiyah.
2. Mengetahui faham agama dalam Muhamadiyah.
3.
Mengetahui ijtihad dalam Muhamadiyah.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Hukum Islam Dalam Perspektif Muhamadiyah
Muhammadiyah dalam mengamalkan
Islam berdasarkan Al-Quran, yaitu Kitab
Allah yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad S.A.W dan Sunnah Rasul yaitu
penjelasan dan pelaksanaan ajaran-ajaran Al-Quran yang diberikan oleh Nabi
Muhammad S.A.W, dengan menggunakan akal pikiran sesuai dengan jiwa ajaran Islam
(MKCH butir ke-3). Muhammadiyah melarang anggotanya bersikap taqlid, yaitu
sikap mengikuti pemikiran ulama tanpa mempertimbangkan argumentasi logis. Dan
sikap keberagaman menumal yang dibenarkan oleh Muhammadiyah adalah ittiba,
yaitu mengikuti pemikiran ulama dengan mengetahui dalil dan argumentasi serta mengikutinya
dengan pertimbangan logika. Di samping itu, Muhammadiyah mengembangkan ijtihad
sebagai karakteristik utama organisasi ini.
Adapun pokok-pokok utama pikiran
Muhammadiyah dalam bidang hukum yang dikembangkan oleh Majlis Tarjih antara
lain:
1. Ijtihad dan istinbath
Ijtihad dan istinbath atas dasar
‘illah terhadap hal-hal yang terdapat di dalam nash, dapat dilakukan sepanjang
tidak menyangkut bidang ta’abbdi dan memang merupakan hal yang diajarkan dalam
memenuhi kebutuhan hidup manusia.
2. Tidak mengikatkan pada madzhab
Tidak mengikatkan diri kepada suatu
madzhab, tetapi pendapat madzhab dapat menjadi bahan pertimbangan dalam
menetapkan hukum. Muhammadiyah landasan pemahamannya adalah Al-qur’an dan
Al-hadist. Contoh dalam bermashab
3. Hukum Islam dapat berubah tetapi mengikat
Hukum Islam dapat berubah tetapi
mengikat, maksudnya agama Islam selalu memberi kemudahan bagi para pemeluknya,
contohnya :
a)
Agama Islam
mewajibkan shalat dengan berdiri, tetapi bagi orang yang tidak kuasa berdiri,
diperkenankan duduk, bahkan jika duduk saja ia tidak bisa, diperbolehkan ia
shalat dengan berbaring.
b)
Agama mewajibkan
berwudhu bagi orang yang akan shalat, tetapi jika tidak ada air atau sedang
berhalangan memakai air karena sakit, maka diperbolehkan bertayamum
c)
Agama mewajibkan
berpuasa , tetapi bagi orang yang sedang sakit atau bepergian diperbolehkan
tidak berpuasa, tetapi harus mengganti (qadla) pada hari lain.
d)
Agama mewajibkan
pergi haji, tetapi itu hanya berlaku untuk orang yang mampu saja.
4. Berprinsip terbuka dan toleran
Tidak beranggapan bahwa hanya
Majlis Tarjih yang paling benar. Koreksi dari siapa pun akan diterima sepanjang
diberikan dalil-dalil yang lebih kuat. Dengan demikian, Majlis Tarjih
dimungkinkan mengubah keputusan yang pernah ditetapkan.
5. Ibadah
Ibadah terbagi menjadi dua, yaitu
ibadah khusus dan ibadah umum. Ibadah khusus, yaitu apa yang telah ditetapkan
Allah akan perincian-perinciannya, tingkah dan cara-caranya yang tertentu dan
ibadah umum, yaitu segala perbuatan yang dibolehkan oleh Allah dalam rangka
mendekatkan diri kepadaNya.
6. Ijtihad
Dalam bidang ibadah yang diperoleh
ketentuan-ketentuannya dari Alquran dan Sunnah, pemahamannya dapat menggunakan
akal sepanjang diketahui latar belakang dan tujuannya. Meskipun harus diakui
bahwa akal bersifat nisbi, sehingga prinsip mendahulukan nash daripada akal
memiliki kelenturan dalam menghadapi perubahan.
B. Faham Agama Dalam Muhamadiyah
Agama Islam yang dibawa oleh Nabi
Muhammad S.A.W. ialah apa yang diturunkan Allah dalam Al-quran dan yang disebut
dalam Sunnah maqbulah, berupa perintah-perintah, larangan-larangan, dan
petunjuk-petunjuk untuk kebaikan manusia di dunia dan akhirat (Kitab Masalah
Lima, Al-Masail Al-Khams tentang al-Din).
Muhammadiyah berkeyakinan bahwa Islam
adalah Agama Allah yang diwahyukan kepada para Rasul-Nya sejak Nabi Adam, Nuh,
Ibrahim, Musa, Isa, dan seterusnya sampai kepada Nabi Muhammad S.A.W., sebagai
hidayah dan rahmat Allah kepada umat manusia sepanjang masa, dan menjamin
kesejahteraan hidup materiil dan spirituil, duniawi dan ukhrawi (Matan
Keyakinan dan Cita-cita Hidup Muhammadiyah/MKCHM butir ke-2).
KH Mas Mansur dalam bukunya 12
tafsir langkah muhammadiyah tahun 1938-1940, tafsir langkah kedua mengatakan
supaya para keder Muhammadiyah gemar
b. Memperluas Faham Agama.
Hendaklah faham agama yagn
sesungguhnya itu dibentangkan dengan arti yang seluas-luasnya, boleh diujikan
dan diperbandingkan, sehingga kita sekutu-sekutu Muhammadiyah mengerti
perluasan Agama Islam, itulah yang paling benar, ringan dan berguna, maka,
mendahulukanlah pekerjaan keagamaan itu.
Hal-hal yang berkaitan dengan paham
agama dalam Muhammadiyah adalah sebagai berikut:
1. Aqidah
Muhammadiyah bekerja untuk tegaknya
aqidah Islam yang murni, bersih dari gejala-gejala kemusyrikan, bid’ah dan
khurafat, tanpa mengabaikan prinsip toleransi menurut ajaran Islam.
Aqidah Islam menurut Muhamadiyah
dirumuskan sebagai konsekuensi logis dari gerakannya. Formulasi aqidah yang
dirumuskan dengan merujuk langsung kepada sumber utama ajaran Islam itu disebut
‘aqidah shahihah, yang menolak segala bentuk campur tangan pemikiran teologis.
Karakteristik aqidah Muhammadiyah itu secara umum dapat dijelaskan sebagai berikut:
a)
Nash sebagai
dasar rujukan
Semangat kembali kepada Alquran dan
Sunnah sebenarnya sudah menjadi tema umum pada setiap gerakan pembaharuan.
Karena diyakini sepenuhnya bahwa hanya dengan berpedoman pada kedua sumber
utama itulah ajaran Islam dapat hidup dan berkembang secara dinamis.
Muhammadiyah juga menjadikan hal ini sebagai tema sentral gerakannya,
lebih-lebih dalam masalah ‘aqidah, seperti dinyatakan: “Inilah pokok-pokok
‘aqidah yang benar itu, yang terdapat dalam Alquran dan dikuatkan dengan pemberitaan-pemberitaan
yang mutawatir. Berdasarkan pernyataan di atas, jelaslah bahwa sumber aqidah
Muhammadiyah adalah alquran dan Sunnah yang dikuatkan dengan berita-berita yang
mutawatir.
Ketentuan ini juga dijelaskan lagi
dalam pokok-pokok Manhaj Tarjih sebagai berikut:
1.
Di dalam masalah
aqidah hanya dipergunakan dalil-dalil yang mutawatir.
2.
Dalil-dalil umum
Alquran dapat ditakhsis dengan hadits ahad, kecuali dalam bidang aqidah.
3.
Dalam memahami
nash, makna zhahir didahulukan daripada ta’wil dalam bidang aqidah dan takwil
sahabat dalam hal itu tidak harus diterima.
Ketentuan-ketentuan di atas jelas
menggambarkan bahwa secara tegas aqidah Muhammadiyah bersumber dari Alquran dan
Sunnah tanpa interpretasi filosofis seperti yang terdapat dalam aliran-aliran
teologi pada umumna. Sebagai konsekuensi dari penolakannya terhadap pemikiran
filosofis ini, maka dalam menghadapi ayat-ayat yang berkonotasi mengundang
perdebatan teologis dalam pemaknaannya, Muhammadiyah bersikap tawaqquf seperti
halnya kaum salaf.
b)
Keterbatasan peranan
akal dalam soal aqida Muhammadiyah
Keterbatasan peranan akal dalam
soal aqida Muhammadiyah termasuk kelompok yang memandang kenisbian akal dalam
masalah aqidah. Sehingga formulasi posisi akal sebagai berikut “Allah tidak
menyuruh kita membicarakan hal-hal yang tidak tercapai pengertian oleh akal
dalam hal kepercayaan, sebab akal manusia tidak mungkin mencapai pengertian
tentang Dzat Allah dan hubungan-Nya dengan sifat-sifat yang ada pada-Nya.”
c)
Kecondongan
berpandangan ganda terhadap perbuatan manusia
Segala perbuatan telah ditentukan
oleh Allah dan manusia hanya dapat berikhtiar. Jika ditinjau dari sisi manusia
perbuatan manusia merupakan hasil usaha sendiri. Sedangkan bila ditinjau dari
sis Tuhan, perbuatan manusia merupakan ciptaan Tuhan.
d)
Percaya kepada
qadha dan qadar
Dalam Muhammdiyah qadha’ dan qadar
diyakini sebagai salah satu pokok aqidah yang terakhir dari formulasi rukun
imannya, dengan mengikuti formulasi yang diberikan oleh hadis mengenai
pengertian Islam, Iman dan Ihsan.
2. Akhlaq
Muhammadiyah bekerja untuk tegaknya
nilai-nilai akhlaq mulia dengan berpedoman kepada ajaran-ajaran Al-quran dan
Sunnah Rasul, tidak bersendi kepada nilai-nilai ciptaan manusia.
Mengingat pentingnya akhlaq dalam
kaitannya dengan keimanan seseorang, maka Muhammadiyah sebagai gerakan Islam
juga dengan tegas menempatkan akhlaq sebagai salah satu sendi dasar sikap
keberagamaannya. Dalam Matan Keyakinan dan Cita-cita Hidup Muhammadiyah
dijelaskan “Muhammadiyah bekerja untuk tegaknya nilai-nilai akhlaq mulia dengan
berpedoman kepada ajaran-ajaran Alquran dan Sunnah Rasul, tidak bersendi pada
nilai-nilai ciptaan manusia.”
Akhlak adalah nilai-nilai dan sifat
yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan perbuatan-perbuatan dengan gampang
dan mudah, tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan (Imam Ghazali). Nilai
dan perilaku baik dan burruk seperti sabar, syukur, tawakal, birrul walidaini,
syaja’ah dan sebagainya (Al-Akhlaqul Mahmudah) dan sombong, takabur, dengki,
riya’, ‘uququl walidain dan sebagainya (Al-Akhlaqul Madzmuham).
Mengenai Muhammadiyah menjadikan
akhlaq sebagai salah satu garis perjuangannya, hal ini selain secara tegas
dinyatakan dalam nash, juga tidak dapat dipisahkan dari akar historis yang
melatarbelakangi kelahirannya. Kebodohan, perpecahan di antara sesama orang
Islam, melemahnya jiwa santun terhadap dhu’afa’, pernghormatan yang
berlebi-lebihan terhadap orang yang dianggap suci dan lain-lain, adalah bentuk
realisasi tidak tegaknya ajaran akhlaqul karimah.
Untuk menghidupkan akhlaq yang
islami, maka Muhammadiyah berusaha memperbaiki dasar-dasar ajaran yang sudah
lama menjadi keyakinan umat Islam, yaitu dengan menyampaikan ajaran yang
benar-benar berdasar pada ajaran Alquran dan Sunnah Maqbulah, membersihkan jiwa
dari kesyirikan, sehingga kepatuhan dan ketundukan hanya semata-mata kepada
Allah. Usaha tersebut ditempuh melalui pendidikan, sehingga sifat bodoh dan
inferoritas berangsur-angsur habis kemudian membina ukhuwah antar sesame muslim
yang disemangati oleh Surat Ali Imron ayat 103.
Adapun
sifat-sifat akhlak Islam dapat digambarkan sebagai berikut:
a.
Akhlaq Rabbani
Sumber akhlaq Islam itu wahyu Allah
yang termaktub dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah, bertujuan mendapatkan kebahagiaan
dunia dan akhirat. Akhlaq Islamlah moral yang tidak bersifat kondisional dan
situasional, tetapi akhlaq yang memiliki nilai-nilai yang mutlak. Akhlaq
rabbanilah yang mampu menghindari nilai moralitas dalam hidup manusia (Q.S.)
Al-An’am / 6 : 153).
b.
Akhlak Manusiawi
Akhlaq dalam Islam sejalan dan
memenuhi fitrah manusia. Jiwa manusia yang merindukan kebaikan, dan akan
terpenuhi dengan mengikuti ajaran akhlaq dalam Islam. Akhlaq Islam benar-benar
memelihara eksistensi manusia sebagai makhluk terhormat sesuai dengan
fitrahnya.
c.
Akhlak Universal
Sesuai dengan kemanusiaan yang
universal dan menyangkut segala aspek kehidupan manusia baik yang berdimensi
vertikal, maupun horizontal. (Q.S. Al-An’nam : 151-152).
d.
Akhlak
Keseimbangan
Akhlaq Islam dapat memenuhi
kebutuhan sewaktu hidup di dunia maupun di akhirat, memenuhi tuntutan kebutuhan
manusia duniawi maupun ukhrawi secara seimbang, begitu juga memenuhi kebutuhan
pribadi dan kewajiban terhadap masyarakat, seimbang pula. (H.R. Buhkori).
e.
Akhlaq Realistik
Akhlaq Islam memperhatikan
kenyataan hidup manusia walaupun manusia dinyatakan sebagai makhluk yang
memiliki kelebihan dibanding dengan makhluk lain, namun manusia memiliki
kelemahan-kelemahan itu yaitu sangat mungkin melakukan kesalahan-kesalahan.
Oleh karena itu Allah memberikan kesempatan untuk bertaubat. Bahkan dalam
keadaan terpaksa. Islam membolehkan manusia melakukan yang dalam keadaan biasa
tidak dibenarkan. (Q.S. Al- Baqarah / 27 : 173)
3. Ibadah
Muhammadiyah bekerja untuk tegaknya
‘ibadah yang dituntunkan oleh Rasulullah S.A.W. tanpa tambahan dan perubahan
dari manusia. Rumusan tentang ibadah dinyatakan tarjih dari kutipan “ibadah
ialah bertaqarub (mendekatkan diri) kepada Allah dengan jalanmentaati segala
perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya dan mengamalkan segala yang di
izinkan Allah. Ibadah itu ada yang umum dan ada yang khusus ;
a.
Yang umum ialah
segala amalan yang di izinkan Allah
b.
Yang khusus
ialah segala amalan yang sudah ditetapkan Allah akan perincian-perinciannya,
tingkah dan cara-caranya yang tertentu”.
4. Mu’amalah dunyawiyah
Mua’malah yaitu Aspek kemasyarakatan
yang mengatur pergaulan hidup manusia diatas bumi ini, baik tentang harta
benda, perjanjian-perjanjian, ketatanegaraan, hubungan antar negara dan lain
sebagainya. Muhammadiyah bekerja untuk terlaksananya mu’amalah dunyawiyat
(pengolahan dunia dan pembinaan masyarakat) dengan berdasarkan ajaran Agama
serta menjadikan semua kegiatan dalam bidang ini sebagai ‘ibadah kepada Allah
S.W.T. (MKCH, butir ke-4).
Di dalam prinsip-prinsip Majlis
Tarjih poin 14 disebutkan “Dalam hal-hal termasuk Al-Umurud Dunyawiyah yang
tidak termasuk tugas para nabi, menggunakan akal sangat diperlukan, demi untuk
tercapainya kemaslahatan umat.”
Adapun prinsip-prinsip mu’amalah dunyawiyah,
diantaranya :
a.
Menganut prinsip
mubah.
b.
Harus dilakukan
dengan saling rela artinya tidak ada yang dipaksa.
c.
Harus saling
menguntungkan. Artinya mu’amalah dilakukan untuk menarik mamfaat dan menolak
kemudharatan.
d.
Harus sesuai
dengan prinsip keadilan.
C. Ijtihad Dalam Muhamadiyah
Ijtihad adalah menggunakan akal
pikiran sesuai dengan jiwa ajaran islam. Mengenai masalah-masalah yang tidak
ada nashnya, sedangkan terhadapnya diperlukan ketentuan hukumnya dalam
masyarakat maka Lembaga Tarjih Muhamadiyah berusaha mengeluarkan hukum atau
menetapkan dengan jalan ijtihad dengan berpedoman kepada prinsip-prinsip yang
diajarkan islam, seperti prinsip kemaslahatan dan menolak kemudharatan.
Jalan Ijtihad yang ditempuh Majlis Tarjih meliputi :
1.
Ijtihad Bayan
yaitu ijtihad terhadap ayat yang
mujmal baik karena belum jelas maksud lafadz yang dimaksud, maupun karena
lafadz itu mengandung makna ganda, mengandung arti musytarak ataupun karena
pengertian lafadz dalam ungkapan yang konteksnya mempunyai arti yang jumbuh
(mutasyabih) ataupun adanya beberapa dalil yang bertentangan (ta’arrudl) dalam
hal terakhir digunakan cara jama’ dan talfiq.
2.
Ijma
Kesepakatan para imam mujtahid di
kalangan umat Islam tentang suatu hukum Islam pada suatu masa (masa sahabat
setelah Rasulullah wafat). Menurut kebanyakan para ulama, hasil ijma’ dipandang
sebagai salah satu sumber hukum Islam sesudah Alquran dan Sunnah. Pemikiran
tentang ijma’ berkembang sejak masa sahabat sampai masa sekarang, sampai masa
para imam mujtahid.
3.
Qiyas
Menyamakan sesuatu hal yang tidak
disebutkan hukumnya di dalam nash, dengan hal yang disebutkan hukumnya di dalam
nash, karena adanya persamaan illat (sebab) hukum pada dua macam hal tersebut,
contoh: hukum wajib zakat atas padi yang dikenakan pada gandum. Untuk Qiyas
digunakan dalam bidang muamalah duniawiyah, tidak berlaku untuk bidang ibadah
mahdlah. La qiyasa fil ibadah.
4.
Maslahah, atau
Istislah
Yaitu, menetapkan hukum yang sama
sekali tidak disebutkan dalam nash dengan pertimbangan untuk kepentingan hidup
manusia yang bersendikan mamfaat dan menghindarkan madlarat. Contoh,
mengharuskan pernikahan dicatat, tidak ada satu nash pun yang membenarkan atau
membatalkan. Hal ini dilakukan untuk memperoleh kepastian hukum atas terjadinya
perkawinan yang dipergunakan oleh negara. Hal ini dilakukan untuk melindungi
hak suami istri. Tanpa pencatatan negara tidak mempunyai dokumen otentik, atas
terjadinya perkawinan.
5.
Istihsan
yaitu memandang lebih baik, sesuai
dengan tujuan syariat, untuk meninggalkan ketentuan dalil khusus dan
mengamalkan dalil umum. Contohnya harta zakat tidak boleh dipindah tangankan
dengan cara dijual, diwariskan, atau dihibahkan. Tetapi kalau tujuan perwakafan
(tujuan syar’i) tidak mungkin tercapai, larangan tersebut dapat diabaikan,
untuk dipindah tangankan, atau dijual, diwariskan atau dihibahkan. Contoh :
Mewakafkan tanah untuk tujuan pendidikan Islam. Tanah tersebut terkena
pelebaran jalan, tanah tersebut dapat dipindahtangankan dengan dijual,
dibelikan tanah ditempat lain untuk pendidikan Islam yang menjadi tujuan
syariah diatas.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1.
Dasar muthlaq
untuk berhukum dalam agama Islam adalah Alquran dan Sunnah. Bahwa di mana perlu
dalam menghadapi soal-soal yang telah terjadi dan sangat dihajatkan untuk
diamalkannya, mengenai hal-hal yang tak bersangkutan dengan ‘ibadah mahdhah
padahal untuk alasan atasnya tiada terdapat nash sharih dalam Alquran dan
Sunnah maqbulah, maka dipergunakanlah alasan dengan jalan ijtihad dan istinbath
dari nash yang ada melalui persamaan ‘illat, sebagaimana telah dilakukan oleh
‘ulama salaf dan Khalaf (Kitab Masalah Lima, Al-Masail Al-Khams tentang Qiyas).
2.
Muhammadiyah
bersifat komprehensif dan luas, sehingga tidak sempit dan parsial. Agama dalam
pandangan atau paham Muhammadiyah tidaklah sepotong-sepotong,
serpihan-serpihan, dan hanya hukum/fikih belaka. Paham agama yang ditamankan
bukan ajaran yang terbatas, tetapi luas dan mulsiaspek. Karena Muhammadiyah
merupakan gerakan Islam, maka paham tentang Islam merupakan kewajiban atau
keniscayaan yang fundamental, yang initinya pada memperdalam sekaligus
memperluas paham Islam bagi seluruh warga Muhammadiyah, kemudian
menyebarkan/mensosialisasikan dan mengamalkan dalam kehidupan umat serta
masyarakat sehingga Islam yang didakwahkan Muhammadiyah membawa/menjadi
rahmatan lil-‘alamin.
3.
Dalam
menjalankan perannya dalam berbagai bidang maka Muhammadiyah melakukan ijtihad
dengan berbagai metodenya antara lain:
a. Ijtihad bayan d.
Maslahah atau Istislah
b. Ijma e.
Istihsan
c. Qiyas
B. Saran
Dasar muthlaq untuk berhukum dalam agama Islam
adalah Alquran dan Al-hadist. Jika ada keraguan maka kita harus
mengembalikannya kepada Alquran dan Al-hadist.
Menyebarluaskan paham agama (Islam) dalam
Muhammadiyah ke berbagai lingkungan serta media publik, termasuk melalui
website, internet, dakwah seluler, dan sebagainya sehingga paham Islam yang
dikembangkan Muhammadiyah dapat dibaca, dipahami, dan diamalkan oleh umat Islam
dan masyarakat luas.
Menghidupkan kembali kultum/pengajian singkat di
berbagai kegiatan, yang antara lain menjelaskan tentang berbagai aspek ajaran
Islam yang dipahami dan dipraktikan Muhammadiyah, sehingga bukan sekadar
membahas masalah-masalah organisasi belaka, kendati tetap penting.
DAFTAR PUSTAKA
Anonimus.
2012. Paham Keagamaan Muhammadiyah. (online).
http://prmkramatsari.
blogspot.com/2012/02/paham-keagamaan-muhammadiyah.html.
Diakses
pada
hari selasa tanggal 16 april 2013, pukul 14:45 WIB
Natawijaya,
kosasi. dkk. (2010). Al Islam 2.
Cirebon : UMC Press.
Natawijaya,
kosasi. dkk. (2011). Pendidikan Agama
Islam. Cirebon : UMC Press.
Sya’il,
Arwanto. (2012). Al-Islam dan
Kemuhamadiyahan. Cirebon : UMC Press.
Sya’il,
Arwanto. (2011). Studi Kritis
Kemuhamadiyahan. Yogyakarta : Deepublish.
Ratih,
Puspita. 2012. Faham Agama. (online).
http://puspita-ratih.blogspot.com/2012/06/
bab-i-pendahuluan.html.
Diakses pada hari senin/15 april 2013, pukul 14:22 WIB.
Diposkan oleh : ANGGI SUKMA WIJAYA
NPM : 10330649
alamat : Sadar Sriwijaya, Kec. Bandar Sribhawono
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH METRO