Maandag 06 Mei 2013

Faham Agama

MAKALAH KEMUHAMMADIYAHAN III
“MEMPERLUAS FAHAM AGAMA”
Untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Kemuhammadiyahan III
 yang diampu oleh Bapak Drs. H. J. Songidan, M.Sos.I


Disusun Oleh :
Kelompok V (lima)
Semester VI (enam)
PENDIDIKAN FISIKA

No.
Nama
NPM
TTD
1.
ANGGI SUKMA WIJAYA
10330649
1.
2.
AFRIJAL AKHMAD
10330647
2.
3.
ARDI EFENDI
10330652
3.
4.
FRENDI MAULANA
10330666
4.
5.
IMAN  SANTOSO
10330671
5.
6.
KIKI ARDIANSAH
10330672
6.
7.
SUPENDI
10330631
7.
8.
VERNANDO
10330635
8.
9.
WIKAN ADIATMA
10330693
9.

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH METRO
TAHUN 2013





DAFTAR ISI


HALAMAN JUDUL............................................................................        i
KATA PENGANTAR..........................................................................        ii
DAFTAR ISI.........................................................................................        iii

BAB I PENDAHULUAN
                   A.    Latar Belakang......................................................................        1
                   B.     Rumusan Masala...................................................................        2
                   C.     Tujuan..................................................................................        2

BAB II PEMBAHASAN
A.    Hukum Islam Dalam Perspektif Muhammadiyah.....................        3
B.     Faham Agama Dalam Muhammadiyah...................................        4
C.     Ijtihad Dalam Muhammadiyah...............................................        10
BAB III PENUTUP
A.    Kesimpulan..............................................................................      12
B.     Saran......................................................................................       13
DAFTAR PUSTAKA




KATA PENGANTAR

           Puji syukur ke-hadirat Tuhan Yang Maha ESA karena atas  segala rahmat, petunjuk, dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas Mata Kuliah Kemuhamadiyahan III yang diampu oleh       Drs. H. J. Songidan, M.Sos.I. Tugas ini berjudul “Memperluas Faham Agama”. Hal ini berkenaan dengan pemahaman masyarakat tentang muhammadiyah. Pemahaman muhammadiyah digunakan sebagai prinsip di dalam kehidupannya dan sebagai bahan untuk menambah pengetahuan faham agama.
Ucapan terima kasih kami ucapkan kepada :
1. Drs. H. J. Songidan, M.Sos.I selaku dosen pengampu mata kuliah Kemuhammadiyahan III.
2. Teman – teman yang telah memberikan masukan-masukan dan ide  dalam pembuatannya.
3. Kepada Ayah dan Bunda yang memberikan suport, dukungan moril maupun spirituil.
4. Semua pihak yang namanya tidak bisa kami sebutkan satu-persatu yang telah membantu 
    dalam  mempersiapkan, melaksanakan, dan menyelesaikan penulisan makalah ini.

    Semoga tugas makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca untuk menambah referensi pengetahuan dan wawasan tentang Faham Agama.



                                                                                                                    Metro, 23 April 2013


                                                                                                                     Penulis, 
 


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Dinamika perjalanan perkembangan paham keagamaan setidaknya telah mewarnai implementasi keagamaan pada kehidupan baik dari aspek teologi, ibadah, akhlaq dan muamalah, bahkan sampai timbulnya permusuhan dan mengkafirkan, sehingga halal darahnya untuk dibunuh. Kondisi seperti ini sebagai akibat sempitnya pemahaman keagamaan, sehingga yang berbeda dengan dirinya dianggap musuh, mereka tidak mampu menangkap keindahan cakrawala pemikiran.
Memperluas paham keagamaan bukan berarti meninggalkan ajaran yang lama atau mengganti dengan ajaran baru, tetapi tetap meneguhkan keyakinan agama ini dengan segala kekuatan yang ada untuk bertindak secara cerdas dan bertanggung jawab atas problematika kehidupan umat dan bangsa, karena keterpurukan dan keterbelakangan merupakan problem yang diantaranya dapat memicu terjadinya konflik social, sehingga kekerasan dan radikalisme dianggap sebagai bagian dari paham keagamaan. Dalam sejarah perkembangan agama pernah terjadi berbagai macam bentuk kekerasan dan pertumpahan darah baik sesama agama maupun beda agama, dan munculnya penodaan dan berbagai bentuk kekerasan semakin membuat suram pemahaman keagamaan. Ajaran agama sering dijadikan sumber konflik, ajaran agama dibingkai sebagai mitos besar sehingga membelenggu umatnya, ajaran agama dituduh tidak berperan nyata dalam kehidupan, sehingga ke depan kita berharap kehidupan lebih beradab, dan ajaran Islam memiliki sumber ajaran yang mampu mengeluarkan dari kebekuan dan kekakuan pola pikir karena dikotori oleh kepentingan politik, ambisi sesaat, popularitas dan berbagai kepentingan lainnya. Untuk itu upaya memperluas paham agama diantaranya berupaya untuk : Kembali kepada ajaran yang hakiki, serta mampu menangkap spirit kemuliaan ajaran agama, jauhi berbagai bentuk kekolotan yang membelenggu, serta diharapkan mampu secara maksimal untuk menjadi tauladan dalam perbaikan kehidupan. Pahami agama dengan penuh kecerdasan dan ketulusan, sehingga terbuka kesadaran.
    Dan dalam beragama sebagaimana paham Muhammadiyah, haruslah benar dan lurus, sebagaimana Firman Allah SWT dalam Al-Quran, yang artinya:“Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui (QS. Al-Rum: 30)”.

B.   Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut :
1.    Bagaimanakah hukum islam dalam perspektif  Muhamadiyah ?
2.    Bagaimanakah faham agama dalam Muhamadiyah ?
3.    Bagaimanakah ijtihad dalam Muhamadiyah ?

C.    Tujuan
Tujuan dalam pembuatan makalah ini adalah untuk :
1.    Mengetahui hukum Islam dalam perspektif  Muhamadiyah.
2.    Mengetahui faham agama dalam Muhamadiyah.
       3.    Mengetahui ijtihad dalam Muhamadiyah.





BAB II
PEMBAHASAN

A.     Hukum Islam Dalam Perspektif  Muhamadiyah
Muhammadiyah dalam mengamalkan Islam berdasarkan Al-Quran, yaitu  Kitab Allah yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad S.A.W dan Sunnah Rasul yaitu penjelasan dan pelaksanaan ajaran-ajaran Al-Quran yang diberikan oleh Nabi Muhammad S.A.W, dengan menggunakan akal pikiran sesuai dengan jiwa ajaran Islam (MKCH butir ke-3). Muhammadiyah melarang anggotanya bersikap taqlid, yaitu sikap mengikuti pemikiran ulama tanpa mempertimbangkan argumentasi logis. Dan sikap keberagaman menumal yang dibenarkan oleh Muhammadiyah adalah ittiba, yaitu mengikuti pemikiran ulama dengan mengetahui dalil dan argumentasi serta mengikutinya dengan pertimbangan logika. Di samping itu, Muhammadiyah mengembangkan ijtihad sebagai karakteristik utama organisasi ini.
Adapun pokok-pokok utama pikiran Muhammadiyah dalam bidang hukum yang dikembangkan oleh Majlis Tarjih antara lain:
1.    Ijtihad dan istinbath
Ijtihad dan istinbath atas dasar ‘illah terhadap hal-hal yang terdapat di dalam nash, dapat dilakukan sepanjang tidak menyangkut bidang ta’abbdi dan memang merupakan hal yang diajarkan dalam memenuhi kebutuhan hidup manusia.
2.    Tidak mengikatkan pada madzhab
Tidak mengikatkan diri kepada suatu madzhab, tetapi pendapat madzhab dapat menjadi bahan pertimbangan dalam menetapkan hukum. Muhammadiyah landasan pemahamannya adalah Al-qur’an dan Al-hadist. Contoh dalam bermashab
3.    Hukum Islam dapat berubah tetapi mengikat
Hukum Islam dapat berubah tetapi mengikat, maksudnya agama Islam selalu memberi kemudahan bagi para pemeluknya, contohnya :

a)      Agama Islam mewajibkan shalat dengan berdiri, tetapi bagi orang yang tidak kuasa berdiri, diperkenankan duduk, bahkan jika duduk saja ia tidak bisa, diperbolehkan ia shalat dengan berbaring.
b)      Agama mewajibkan berwudhu bagi orang yang akan shalat, tetapi jika tidak ada air atau sedang berhalangan memakai air karena sakit, maka diperbolehkan bertayamum
c)      Agama mewajibkan berpuasa , tetapi bagi orang yang sedang sakit atau bepergian diperbolehkan tidak berpuasa, tetapi harus mengganti (qadla) pada hari lain.
d)     Agama mewajibkan pergi haji, tetapi itu hanya berlaku untuk orang yang mampu saja.

4.    Berprinsip terbuka dan toleran
Tidak beranggapan bahwa hanya Majlis Tarjih yang paling benar. Koreksi dari siapa pun akan diterima sepanjang diberikan dalil-dalil yang lebih kuat. Dengan demikian, Majlis Tarjih dimungkinkan mengubah keputusan yang pernah ditetapkan.
5.    Ibadah
Ibadah terbagi menjadi dua, yaitu ibadah khusus dan ibadah umum. Ibadah khusus, yaitu apa yang telah ditetapkan Allah akan perincian-perinciannya, tingkah dan cara-caranya yang tertentu dan ibadah umum, yaitu segala perbuatan yang dibolehkan oleh Allah dalam rangka mendekatkan diri kepadaNya.
6.    Ijtihad
Dalam bidang ibadah yang diperoleh ketentuan-ketentuannya dari Alquran dan Sunnah, pemahamannya dapat menggunakan akal sepanjang diketahui latar belakang dan tujuannya. Meskipun harus diakui bahwa akal bersifat nisbi, sehingga prinsip mendahulukan nash daripada akal memiliki kelenturan dalam menghadapi perubahan.

B.    Faham Agama Dalam Muhamadiyah
Agama Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad S.A.W. ialah apa yang diturunkan Allah dalam Al-quran dan yang disebut dalam Sunnah maqbulah, berupa perintah-perintah, larangan-larangan, dan petunjuk-petunjuk untuk kebaikan manusia di dunia dan akhirat (Kitab Masalah Lima, Al-Masail Al-Khams tentang al-Din).
Muhammadiyah berkeyakinan bahwa Islam adalah Agama Allah yang diwahyukan kepada para Rasul-Nya sejak Nabi Adam, Nuh, Ibrahim, Musa, Isa, dan seterusnya sampai kepada Nabi Muhammad S.A.W., sebagai hidayah dan rahmat Allah kepada umat manusia sepanjang masa, dan menjamin kesejahteraan hidup materiil dan spirituil, duniawi dan ukhrawi (Matan Keyakinan dan Cita-cita Hidup Muhammadiyah/MKCHM butir ke-2).
KH Mas Mansur dalam bukunya 12 tafsir langkah muhammadiyah tahun 1938-1940, tafsir langkah kedua mengatakan supaya para keder Muhammadiyah gemar
b. Memperluas Faham Agama.
Hendaklah faham agama yagn sesungguhnya itu dibentangkan dengan arti yang seluas-luasnya, boleh diujikan dan diperbandingkan, sehingga kita sekutu-sekutu Muhammadiyah mengerti perluasan Agama Islam, itulah yang paling benar, ringan dan berguna, maka, mendahulukanlah pekerjaan keagamaan itu.
Hal-hal yang berkaitan dengan paham agama dalam Muhammadiyah adalah sebagai berikut:
1.    Aqidah
Muhammadiyah bekerja untuk tegaknya aqidah Islam yang murni, bersih dari gejala-gejala kemusyrikan, bid’ah dan khurafat, tanpa mengabaikan prinsip toleransi menurut ajaran Islam.
Aqidah Islam menurut Muhamadiyah dirumuskan sebagai konsekuensi logis dari gerakannya. Formulasi aqidah yang dirumuskan dengan merujuk langsung kepada sumber utama ajaran Islam itu disebut ‘aqidah shahihah, yang menolak segala bentuk campur tangan pemikiran teologis. Karakteristik aqidah Muhammadiyah itu secara umum dapat dijelaskan sebagai berikut:
a)      Nash sebagai dasar rujukan
Semangat kembali kepada Alquran dan Sunnah sebenarnya sudah menjadi tema umum pada setiap gerakan pembaharuan. Karena diyakini sepenuhnya bahwa hanya dengan berpedoman pada kedua sumber utama itulah ajaran Islam dapat hidup dan berkembang secara dinamis. Muhammadiyah juga menjadikan hal ini sebagai tema sentral gerakannya, lebih-lebih dalam masalah ‘aqidah, seperti dinyatakan: “Inilah pokok-pokok ‘aqidah yang benar itu, yang terdapat dalam Alquran dan dikuatkan dengan pemberitaan-pemberitaan yang mutawatir. Berdasarkan pernyataan di atas, jelaslah bahwa sumber aqidah Muhammadiyah adalah alquran dan Sunnah yang dikuatkan dengan berita-berita yang mutawatir.
Ketentuan ini juga dijelaskan lagi dalam pokok-pokok Manhaj Tarjih sebagai berikut:
1.      Di dalam masalah aqidah hanya dipergunakan dalil-dalil yang mutawatir.
2.      Dalil-dalil umum Alquran dapat ditakhsis dengan hadits ahad, kecuali dalam bidang aqidah.
3.      Dalam memahami nash, makna zhahir didahulukan daripada ta’wil dalam bidang aqidah dan takwil sahabat dalam hal itu tidak harus diterima.
Ketentuan-ketentuan di atas jelas menggambarkan bahwa secara tegas aqidah Muhammadiyah bersumber dari Alquran dan Sunnah tanpa interpretasi filosofis seperti yang terdapat dalam aliran-aliran teologi pada umumna. Sebagai konsekuensi dari penolakannya terhadap pemikiran filosofis ini, maka dalam menghadapi ayat-ayat yang berkonotasi mengundang perdebatan teologis dalam pemaknaannya, Muhammadiyah bersikap tawaqquf seperti halnya kaum salaf.
b)      Keterbatasan peranan akal dalam soal aqida Muhammadiyah
Keterbatasan peranan akal dalam soal aqida Muhammadiyah termasuk kelompok yang memandang kenisbian akal dalam masalah aqidah. Sehingga formulasi posisi akal sebagai berikut “Allah tidak menyuruh kita membicarakan hal-hal yang tidak tercapai pengertian oleh akal dalam hal kepercayaan, sebab akal manusia tidak mungkin mencapai pengertian tentang Dzat Allah dan hubungan-Nya dengan sifat-sifat yang ada pada-Nya.”
c)      Kecondongan berpandangan ganda terhadap perbuatan manusia
Segala perbuatan telah ditentukan oleh Allah dan manusia hanya dapat berikhtiar. Jika ditinjau dari sisi manusia perbuatan manusia merupakan hasil usaha sendiri. Sedangkan bila ditinjau dari sis Tuhan, perbuatan manusia merupakan ciptaan Tuhan.
d)     Percaya kepada qadha dan qadar
Dalam Muhammdiyah qadha’ dan qadar diyakini sebagai salah satu pokok aqidah yang terakhir dari formulasi rukun imannya, dengan mengikuti formulasi yang diberikan oleh hadis mengenai pengertian Islam, Iman dan Ihsan.

2.    Akhlaq
Muhammadiyah bekerja untuk tegaknya nilai-nilai akhlaq mulia dengan berpedoman kepada ajaran-ajaran Al-quran dan Sunnah Rasul, tidak bersendi kepada nilai-nilai ciptaan manusia.
Mengingat pentingnya akhlaq dalam kaitannya dengan keimanan seseorang, maka Muhammadiyah sebagai gerakan Islam juga dengan tegas menempatkan akhlaq sebagai salah satu sendi dasar sikap keberagamaannya. Dalam Matan Keyakinan dan Cita-cita Hidup Muhammadiyah dijelaskan “Muhammadiyah bekerja untuk tegaknya nilai-nilai akhlaq mulia dengan berpedoman kepada ajaran-ajaran Alquran dan Sunnah Rasul, tidak bersendi pada nilai-nilai ciptaan manusia.”
Akhlak adalah nilai-nilai dan sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan perbuatan-perbuatan dengan gampang dan mudah, tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan (Imam Ghazali). Nilai dan perilaku baik dan burruk seperti sabar, syukur, tawakal, birrul walidaini, syaja’ah dan sebagainya (Al-Akhlaqul Mahmudah) dan sombong, takabur, dengki, riya’, ‘uququl walidain dan sebagainya (Al-Akhlaqul Madzmuham).
Mengenai Muhammadiyah menjadikan akhlaq sebagai salah satu garis perjuangannya, hal ini selain secara tegas dinyatakan dalam nash, juga tidak dapat dipisahkan dari akar historis yang melatarbelakangi kelahirannya. Kebodohan, perpecahan di antara sesama orang Islam, melemahnya jiwa santun terhadap dhu’afa’, pernghormatan yang berlebi-lebihan terhadap orang yang dianggap suci dan lain-lain, adalah bentuk realisasi tidak tegaknya ajaran akhlaqul karimah.
Untuk menghidupkan akhlaq yang islami, maka Muhammadiyah berusaha memperbaiki dasar-dasar ajaran yang sudah lama menjadi keyakinan umat Islam, yaitu dengan menyampaikan ajaran yang benar-benar berdasar pada ajaran Alquran dan Sunnah Maqbulah, membersihkan jiwa dari kesyirikan, sehingga kepatuhan dan ketundukan hanya semata-mata kepada Allah. Usaha tersebut ditempuh melalui pendidikan, sehingga sifat bodoh dan inferoritas berangsur-angsur habis kemudian membina ukhuwah antar sesame muslim yang disemangati oleh Surat Ali Imron ayat 103.

Adapun sifat-sifat akhlak Islam dapat digambarkan sebagai berikut:
a.       Akhlaq Rabbani
Sumber akhlaq Islam itu wahyu Allah yang termaktub dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah, bertujuan mendapatkan kebahagiaan dunia dan akhirat. Akhlaq Islamlah moral yang tidak bersifat kondisional dan situasional, tetapi akhlaq yang memiliki nilai-nilai yang mutlak. Akhlaq rabbanilah yang mampu menghindari nilai moralitas dalam hidup manusia (Q.S.) Al-An’am / 6 : 153).
b.      Akhlak Manusiawi
Akhlaq dalam Islam sejalan dan memenuhi fitrah manusia. Jiwa manusia yang merindukan kebaikan, dan akan terpenuhi dengan mengikuti ajaran akhlaq dalam Islam. Akhlaq Islam benar-benar memelihara eksistensi manusia sebagai makhluk terhormat sesuai dengan fitrahnya.
c.       Akhlak Universal
Sesuai dengan kemanusiaan yang universal dan menyangkut segala aspek kehidupan manusia baik yang berdimensi vertikal, maupun horizontal. (Q.S. Al-An’nam : 151-152).
d.      Akhlak Keseimbangan
Akhlaq Islam dapat memenuhi kebutuhan sewaktu hidup di dunia maupun di akhirat, memenuhi tuntutan kebutuhan manusia duniawi maupun ukhrawi secara seimbang, begitu juga memenuhi kebutuhan pribadi dan kewajiban terhadap masyarakat, seimbang pula. (H.R. Buhkori).
e.       Akhlaq Realistik
Akhlaq Islam memperhatikan kenyataan hidup manusia walaupun manusia dinyatakan sebagai makhluk yang memiliki kelebihan dibanding dengan makhluk lain, namun manusia memiliki kelemahan-kelemahan itu yaitu sangat mungkin melakukan kesalahan-kesalahan. Oleh karena itu Allah memberikan kesempatan untuk bertaubat. Bahkan dalam keadaan terpaksa. Islam membolehkan manusia melakukan yang dalam keadaan biasa tidak dibenarkan. (Q.S. Al- Baqarah / 27 : 173)
3.    Ibadah
Muhammadiyah bekerja untuk tegaknya ‘ibadah yang dituntunkan oleh Rasulullah S.A.W. tanpa tambahan dan perubahan dari manusia. Rumusan tentang ibadah dinyatakan tarjih dari kutipan “ibadah ialah bertaqarub (mendekatkan diri) kepada Allah dengan jalanmentaati segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya dan mengamalkan segala yang di izinkan Allah. Ibadah itu ada yang umum dan ada yang khusus ;
a.       Yang umum ialah segala amalan yang di izinkan Allah
b.      Yang khusus ialah segala amalan yang sudah ditetapkan Allah akan perincian-perinciannya, tingkah dan cara-caranya yang tertentu”.

4.    Mu’amalah dunyawiyah
Mua’malah yaitu Aspek kemasyarakatan yang mengatur pergaulan hidup manusia diatas bumi ini, baik tentang harta benda, perjanjian-perjanjian, ketatanegaraan, hubungan antar negara dan lain sebagainya. Muhammadiyah bekerja untuk terlaksananya mu’amalah dunyawiyat (pengolahan dunia dan pembinaan masyarakat) dengan berdasarkan ajaran Agama serta menjadikan semua kegiatan dalam bidang ini sebagai ‘ibadah kepada Allah S.W.T. (MKCH, butir ke-4).
Di dalam prinsip-prinsip Majlis Tarjih poin 14 disebutkan “Dalam hal-hal termasuk Al-Umurud Dunyawiyah yang tidak termasuk tugas para nabi, menggunakan akal sangat diperlukan, demi untuk tercapainya kemaslahatan umat.”
Adapun prinsip-prinsip mu’amalah dunyawiyah, diantaranya :
a.       Menganut prinsip mubah.
b.      Harus dilakukan dengan saling rela artinya tidak ada yang dipaksa.
c.       Harus saling menguntungkan. Artinya mu’amalah dilakukan untuk menarik mamfaat dan menolak kemudharatan.
d.      Harus sesuai dengan prinsip keadilan.


C.    Ijtihad Dalam Muhamadiyah
Ijtihad adalah menggunakan akal pikiran sesuai dengan jiwa ajaran islam. Mengenai masalah-masalah yang tidak ada nashnya, sedangkan terhadapnya diperlukan ketentuan hukumnya dalam masyarakat maka Lembaga Tarjih Muhamadiyah berusaha mengeluarkan hukum atau menetapkan dengan jalan ijtihad dengan berpedoman kepada prinsip-prinsip yang diajarkan islam, seperti prinsip kemaslahatan dan menolak kemudharatan.
Jalan Ijtihad yang ditempuh Majlis Tarjih meliputi :
1.      Ijtihad Bayan
yaitu ijtihad terhadap ayat yang mujmal baik karena belum jelas maksud lafadz yang dimaksud, maupun karena lafadz itu mengandung makna ganda, mengandung arti musytarak ataupun karena pengertian lafadz dalam ungkapan yang konteksnya mempunyai arti yang jumbuh (mutasyabih) ataupun adanya beberapa dalil yang bertentangan (ta’arrudl) dalam hal terakhir digunakan cara jama’ dan talfiq.
2.      Ijma
Kesepakatan para imam mujtahid di kalangan umat Islam tentang suatu hukum Islam pada suatu masa (masa sahabat setelah Rasulullah wafat). Menurut kebanyakan para ulama, hasil ijma’ dipandang sebagai salah satu sumber hukum Islam sesudah Alquran dan Sunnah. Pemikiran tentang ijma’ berkembang sejak masa sahabat sampai masa sekarang, sampai masa para imam mujtahid.
3.      Qiyas
Menyamakan sesuatu hal yang tidak disebutkan hukumnya di dalam nash, dengan hal yang disebutkan hukumnya di dalam nash, karena adanya persamaan illat (sebab) hukum pada dua macam hal tersebut, contoh: hukum wajib zakat atas padi yang dikenakan pada gandum. Untuk Qiyas digunakan dalam bidang muamalah duniawiyah, tidak berlaku untuk bidang ibadah mahdlah. La qiyasa fil ibadah.
4.      Maslahah, atau Istislah
Yaitu, menetapkan hukum yang sama sekali tidak disebutkan dalam nash dengan pertimbangan untuk kepentingan hidup manusia yang bersendikan mamfaat dan menghindarkan madlarat. Contoh, mengharuskan pernikahan dicatat, tidak ada satu nash pun yang membenarkan atau membatalkan. Hal ini dilakukan untuk memperoleh kepastian hukum atas terjadinya perkawinan yang dipergunakan oleh negara. Hal ini dilakukan untuk melindungi hak suami istri. Tanpa pencatatan negara tidak mempunyai dokumen otentik, atas terjadinya perkawinan.
5.      Istihsan
yaitu memandang lebih baik, sesuai dengan tujuan syariat, untuk meninggalkan ketentuan dalil khusus dan mengamalkan dalil umum. Contohnya harta zakat tidak boleh dipindah tangankan dengan cara dijual, diwariskan, atau dihibahkan. Tetapi kalau tujuan perwakafan (tujuan syar’i) tidak mungkin tercapai, larangan tersebut dapat diabaikan, untuk dipindah tangankan, atau dijual, diwariskan atau dihibahkan. Contoh : Mewakafkan tanah untuk tujuan pendidikan Islam. Tanah tersebut terkena pelebaran jalan, tanah tersebut dapat dipindahtangankan dengan dijual, dibelikan tanah ditempat lain untuk pendidikan Islam yang menjadi tujuan syariah diatas.

BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
1.      Dasar muthlaq untuk berhukum dalam agama Islam adalah Alquran dan Sunnah. Bahwa di mana perlu dalam menghadapi soal-soal yang telah terjadi dan sangat dihajatkan untuk diamalkannya, mengenai hal-hal yang tak bersangkutan dengan ‘ibadah mahdhah padahal untuk alasan atasnya tiada terdapat nash sharih dalam Alquran dan Sunnah maqbulah, maka dipergunakanlah alasan dengan jalan ijtihad dan istinbath dari nash yang ada melalui persamaan ‘illat, sebagaimana telah dilakukan oleh ‘ulama salaf dan Khalaf (Kitab Masalah Lima, Al-Masail Al-Khams tentang Qiyas).
2.      Muhammadiyah bersifat komprehensif dan luas, sehingga tidak sempit dan parsial. Agama dalam pandangan atau paham Muhammadiyah tidaklah sepotong-sepotong, serpihan-serpihan, dan hanya hukum/fikih belaka. Paham agama yang ditamankan bukan ajaran yang terbatas, tetapi luas dan mulsiaspek. Karena Muhammadiyah merupakan gerakan Islam, maka paham tentang Islam merupakan kewajiban atau keniscayaan yang fundamental, yang initinya pada memperdalam sekaligus memperluas paham Islam bagi seluruh warga Muhammadiyah, kemudian menyebarkan/mensosialisasikan dan mengamalkan dalam kehidupan umat serta masyarakat sehingga Islam yang didakwahkan Muhammadiyah membawa/menjadi rahmatan lil-‘alamin.
3.      Dalam menjalankan perannya dalam berbagai bidang maka Muhammadiyah melakukan ijtihad dengan berbagai metodenya antara lain:
a.  Ijtihad bayan            d.  Maslahah atau Istislah
b.  Ijma                          e.   Istihsan
c.   Qiyas


B.    Saran
Dasar muthlaq untuk berhukum dalam agama Islam adalah Alquran dan Al-hadist. Jika ada keraguan maka kita harus mengembalikannya kepada Alquran dan Al-hadist.
Menyebarluaskan paham agama (Islam) dalam Muhammadiyah ke berbagai lingkungan serta media publik, termasuk melalui website, internet, dakwah seluler, dan sebagainya sehingga paham Islam yang dikembangkan Muhammadiyah dapat dibaca, dipahami, dan diamalkan oleh umat Islam dan masyarakat luas.
Menghidupkan kembali kultum/pengajian singkat di berbagai kegiatan, yang antara lain menjelaskan tentang berbagai aspek ajaran Islam yang dipahami dan dipraktikan Muhammadiyah, sehingga bukan sekadar membahas masalah-masalah organisasi belaka, kendati tetap penting.


DAFTAR PUSTAKA

Anonimus. 2012. Paham Keagamaan Muhammadiyah. (online). http://prmkramatsari.
blogspot.com/2012/02/paham-keagamaan-muhammadiyah.html. Diakses
pada hari selasa tanggal 16 april 2013, pukul 14:45 WIB
Natawijaya, kosasi. dkk. (2010). Al Islam 2. Cirebon : UMC Press.
Natawijaya, kosasi. dkk. (2011). Pendidikan Agama Islam. Cirebon : UMC Press.
Sya’il, Arwanto. (2012). Al-Islam dan Kemuhamadiyahan. Cirebon : UMC Press.
Sya’il, Arwanto. (2011). Studi Kritis Kemuhamadiyahan. Yogyakarta : Deepublish.
Ratih, Puspita. 2012. Faham Agama. (online). http://puspita-ratih.blogspot.com/2012/06/
bab-i-pendahuluan.html. Diakses pada hari senin/15 april 2013, pukul 14:22 WIB.

Diposkan oleh : ANGGI SUKMA WIJAYA
NPM              : 10330649
alamat             : Sadar Sriwijaya, Kec. Bandar Sribhawono
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH METRO